gravatar

Memahami Generasi Platinum

"Penamaan sebagai Generasi Platinum oleh para pakar dunia sebetulnya cuma istilah, untuk membedakan generasi ini dari sebelumnya. Platinum sendiri mengacu pada sesuatu yang mewah dan elegan"

"IBU, tahu enggak tikus berdetak 650 kali per menit? Saking cepatnya berdetak, jantung tikus seperti tidak berdetak lagi," ungkap Matilda yang baru berusia 6 tahun.

"Dari mana kamu tahu itu?" tanya ibunya.

"Saya membacanya dari perpustakaan," jawab bocah perempuan yang baru masuk sekolah dasar itu.

Bagi kita, dialog ibu dan anak seperti ditayangkan dalam film "Matilda" di Trans7 pada 1 Januari 2008 lalu, kiranya masih terasa aneh. Bukan itu saja, kemampuan Matilda pada tayangan itu bisa dikatakan lebih cepat dari usianya.

Kalau dicermati, fenomena seperti itu juga terjadi di sekitar kita. Anak-anak yang masih berumur di bawah 5 tahun (balita), ternyata sudah cekatan dengan peralatan berteknologi canggih seperti komputer. Tidak jauh-jauh, maraknya penjualan telefon selular, cukup memberi bukti bahwa banyak anak-anak yang lebih cepat menguasai fitur-fiturnya dibandingkan orang tuanya.

Itulah generasi penerus kita. Sejumlah pakar menyebut angkatan mereka itu adalah Generasi Platinum yang lahir pada abad 21 atau sesudah tahun 2000. Ini bisa dibedakan dengan generasi sebelumnya. Kecerdasan, keterbukaan, kecepatan menangkap sesuatu, daya kritis, dan kepercayaan diri, terbentuk seiring dengan era yang kini terjadi, era teknologi.

Psikolog dari Universitas Paramadina, Alzena Masykouri mengatakan bahwa generasi itu lahir di masa keterbukaan teknologi, keterbukaan cara berpikir, keterbukaan berperilaku, serta ketersediaan sarana pendidikan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya.

Tahapan generasi

Jauh sebelum generasi platinum, hidup generasi yang disebut baby boomers. Generasi ini merupakan kelompok masyarakat yang hidup setelah Perang Dunia II yaitu antara 1946 dan 1964. Generasi ini diberi nama baby boomers karena pada rentang waktu generasi ini hidup, terjadi peningkatan jumlah kelahiran di seluruh dunia.

Anak-anak yang terlahir di generasi ini merupakan golongan masyarakat yang mulai mengenal televisi dengan beragam acara yang berbeda-beda, seperti perang Vietnam, pembunuhan John F. Kennedy, Martin Luther King Jr, dan Robert F. Kennedy. Golongan masyarakat ini mengenal musik, sebagian besar adalah rock `n roll, sebagai cara untuk mengekpresikan identitas generasi mereka.

Selanjutnya, lahir generasi X yang lahir antara tahun 1965 hingga 1980. Anak-anak yang lahir pada generasi ini tumbuh dengan video games dan MTV, dan menghabiskan masa remajanya di tahun 80-an.

Anak-anak remaja generasi X memiliki ciri-ciri kurang optimistis terhadap masa depan, sinis, skeptis, tidak lagi menghormati nilai-nilai dan lembaga tradisional, serta tidak memiliki rasa hormat kepada orang tua mereka.

Di awal 90-an, media menampilkan generasi X secara fisik sebagai generasi yang senang memakai kemeja flanel, suka menyendiri, banyak tindikan di tubuh, dan lebih memilih bekerja di restoran.

Sedangkan, generasi Y atau yang lebih dikenal sebagai generasi Millennium, tumbuh seiring dengan banyak kejadian yang mengubah dunia, di antaranya berkembangnya komunikasi massa serta internet.

Terminologi generasi Y diberikan kepada anak-anak yang lahir dari tahun 1981-1995. Anak-anak remaja yang lahir pada generasi ini harus merasakan tingginya biaya pendidikan dibandingkan generasi sebelumnya.

Generasi ini cenderung menuntut, tidak sabar, serta buruk dalam berkomunikasi dengan sesama. Survei yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa generasi ini memiliki kemampuan mengeja dan bahasa yang buruk.

Generasi Y yang telah bekerja menunjukkan sikap yang cuek dan senantiasa bertentangan dengan peraturan kantor. Namun, generasi ini boleh dipuji untuk energi dan semangat bekerjanya yang luar biasa.

Sedangkan, generasi yang lebih baru lagi, lebih sering disebut generasi Platinum. "Penamaan sebagai Generasi Platinum oleh para pakar dunia sebetulnya cuma istilah, untuk membedakan generasi ini dari sebelumnya. Platinum sendiri mengacu pada sesuatu yang mewah dan elegan," kata Alzena Masykouri.

Menurut dia, jika diamati, anak-anak kelahiran tahun 2000 memiliki karakter unik yang lebih ekspresif dan eksploratif selaras dengan arah perkembangan zaman.

"Mereka memiliki kemampuan tinggi dalam mengakses dan mengakomodasi informasi sehingga mereka memiliki kesempatan lebih banyak dan terbuka untuk mengembangkan dirinya. Kelak, mereka pun dapat menggunakan potensinya untuk bertahan hidup. Bahkan juga menjadi manusia yang berkualitas dan produktif," ujarnya.

Berdasarkan hasil penelitian lembaga riset pasar ritel dan konsumen global, NPD Group, yang berkedudukan di New York, AS, pada pertengahan 2007 seperti dikutip situs Wireless World Forum (http://kr.w2forum.com), usia rata-rata anak-anak mulai menggunakan peralatan elektronik telah menurun dari 8,1 tahun pada 2005 menjadi 6,7 tahun pada tahun 2007.

Jika dirata-ratakan, usia anak-anak mulai menggunakan peralatan elektronik adalah tujuh tahun dan hal itu membuktikan bahwa anak-anak yang lahir di abad ke-21 lebih mudah dan lebih cepat dalam mengadaptasi arus teknologi informasi yang berkembang cepat.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan televisi dan komputer adalah perangkat yang paling dini dikenal anak-anak, yaitu pada usia 4 atau 5 tahun. Sementara itu, radio satelit dan alat pemutar musik digital portabel baru mereka gunakan pada usia sekitar 9 tahun.

Hasil penelitian NPD menyebutkan bahwa sejak survei diluncurkan pada tahun 2005, usia awal penggunaan barang-barang elektronik makin menurun, terutama pada penggunaan alat pemutar DVD dan ponsel.

Tidak bisa dipakemkan

Ketua Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Indonesia (UI) Dr. Paulus Wirutomo mengatakan bahwa pemisahan generasi tidak bisa dipakemkan karena meliputi banyak aspek seperti kondisi sosial, ekonomi, termasuk informasi.

Namun, perkembangan generasi bisa saja terjadi jika terjadi fenomena sosial yang mewabah artinya tidak dilihat dari lingkup yang kecil.

"Karakter manusia di setiap generasi tidak berbeda jauh karena manusia dibekali dengan kemampuan adaptasti. Namun ada perkembangan generasi. Yang membedakan individu di setiap generasi ialah life skills yang dimiliki," kata Paulus Wirutomo.

Hal senada dikemukakan sosiolog Drs. Johannes Frederik Warouw, M.A. Dia mengatakan, wajar terjadinya generasi pada setiap zaman akibat nilai baru dan nilai lama atau modifikasi kedua nilai itu. Setiap generasi, pasti memiliki karakteristik manusia yang berbeda karena mereka selalu berhadapan dengan pandangan yang berbeda pula.

Meski demikian, jangan heran jika anak-anak di sela-sela kesibukannya bermain tiba-tiba ingin mengotak-atik komputer. "Nanti dulu ya, aku mau main komputer dulu. Bosan ah.. main petak umpetnya," begitu kira-kira anak-anak sekarang. Meski memiliki kecerdasan yang relatif lebih tinggi, ia tetap tidak bisa menyembunyikan usianya yang masih sangat belia.

Kalau memang demikian adanya, tentu tugas orang tua untuk mampu mengimbangi agar tidak terlalu jauh "tertinggal" dari anaknya. Karena bagaimanapun, peran orang tua tetap diperlukan untuk memberikan arahan dan bimbingan agar tidak salah arah. (Satrio/"PR" dari berbagai sumber)***

gravatar

Awas Racun Cat di Dalam Rumah!

Khususnya zat formaldehyde, kini menguasai hampir kebanyakan pengisi ruangan rumah. Selain dalam cat, ia juga mendominiasi semua perabotan rumah yang terbuat dari kayu lapis (fiberwood, particleboard, selain plywood). Zat kimiawi ini menguap menjadi emisi yang mencemari ruangan rumah. Bukan satu-dua hari, berbulan-bulan terpapar formaldehyde sudah lama dibuktikan tidak menyehatkan.

Seorang ibu mengeluh, anak sulungnya 8 tahun asmanya kumat terus sejak pindah rumah baru. Dokter yang memeriksa bilang kena debu rumah. Namun, debu sudah disedot semua, asmanya belum hilang juga, malah tambah hebat. Selidik punya selidik, penyebabnya cat rumah. Ada apa dengan cat rumah?

Bukan cuma di Indonesia, di mana-mana di dunia bahaya bahan kimiawi semakin meresahkan manusia. Di negara maju seperti Amerika saja misalnya, banyak korban jatuh lantaran pemakaian bahan kimiawi yang memasuki ruangan rumah semakin beragam. Satu di antaranya zat kimia formaldehyde.

Oleh geliat industri mebel dan perlengkapan rumah, zat yang jika kandungannya melebihi ketentuan ini akan berbahaya bagi manusia tersebut, kini sudah semakin dekat memasuki lingkungan rumah kita. Berbagai bahan kimiawi terbawa oleh bahan cat, lem, resin pelapis, dan pengawet kayu. Selain itu, terdapat dalam aerosol spray, bahan penyegar udara, pembersih rumah tangga, pestisida, serta disinfektan.

Khususnya zat formaldehyde, kini menguasai hampir kebanyakan pengisi ruangan rumah. Selain dalam cat, ia juga mendominiasi semua perabotan rumah yang terbuat dari kayu lapis (fiberwood, particleboard, selain plywood). Zat kimiawi ini menguap, menjadi emisi yang mencemari ruangan rumah. Bukan satu-dua hari, berbulan-bulan terpapar formaldehyde sudah lama dibuktikan tidak menyehatkan.

Jangka panjang risiko kanker

Formaldehyde sangat jahat, bagi orang yang peka terhadap bahan kimia jenis ini. Mereka yang berbakat alergi, tentu rentan terpapar bahan kimiawi yang dekat dengan keseharian manusia. Tak jarang serangan asma atau alergi, mendadak muncul, selain kemungkinan iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan.

Mereka yang sepulang belanja dari mal, pasar cita, atau toko mebel, dan pakaian, matanya mendadak pedih, merah, atau hidungnya gatal, atau tenggorokannya terasa tidak enak, kemungkinan disebabkan reaksi alergi tubuhnya muncul oleh kimiawi. Sangat mungkin penyebabnya tak tahan terhadap formaldehyde. Bisa jadi muncul semacam biduran, selain sesak napas.

Lebih dari sekadar iritasi, formaldehyde bikin mual juga selain sakit kepala, lekas letih, dan bukan tak mungkin orang jadi depresi. Dari beberapa studi terungkap, dapat terjadi gangguan koordinasi. Sudah ada bukti pula kalau formaldehyde juga merusak organ hati, ginjal serta otak.

Efek jangka panjang formaldehyde cukup mengerikan. Pada hewan, mencetuskan kanker. Ada studi lain yang mengungkapkan terpapar formaldehyde dengan kandungan 0,1 ppm (part per million) selama 10 tahun menaikkan risiko terkena kanker kerongkongan.

Pada studi lain, ditemukan gangguan haid juga dapat muncul oleh paparan emisi formaldehyde. Tidak jelas mekanisme penyakitnya. Namun, dari pekerja di ruangan dengan kandungan emisi formaldehyde tinggi, gangguan haid banyak terjadi.

Bahan jahat formaldehyde berasal dari urea-formaldehyde (UF) resin. Jenis ini lebih jahat dibanding yang berasal dari phenol-formaldehyde (PF) resin. Oleh karena itu, penting sekali memerhatikan pemilihan jenis formaldehyde untuk perlengkapan rumah. Tidak menyehatkan jika kandungannya melebihi ketentuan (0,1 ppm).

Larangan pemakaian berlebihan

Hati-hati jika Anda memasuki ruangan kantor, gedung, atau rumah sendiri, dan menghirup bau menyengat. Apalagi kalau ruangan baru direnovasi, baru dicat, atau berisi perabotan rumah yang masih baru. Kemungkinan itu berasal dari emisi formaldehyde.

Semakin lama berada di ruangan, emisi formaldehyde semakin berkurang. Paling tidak perlu waktu enam bulanan untuk menghabiskan gas formaldehyde yang mencemari ruangan, sebelum sekian lama mengganggu kesehatan penghuninya. Terlebih bagi anak-anak dan usia lanjut yang lebih rentan menerima efek jeleknya.

Di negara maju, khususnya di Denmark, Swedia, Finlandia, Belanda, Italia, Jerman, dan Kanada, aturan pemakaian formaldehyde sudah jelas dan ketat. Kualitas ruangan rumah (indoor air quality) termasuk terhadap cemaran emisi formaldehyde sudah sangat diperhatikan.

Pemakaian bahan formaldehyde untuk perabotan, pemilihan busa pelapis dinding (insulating foam UF), termasuk bahan yang dipakai untuk karpet, lantai kayu, apakah memakai finishing kimiawi berbahaya, termasuk bila memakai formaldehyde.

Pekerja yang kontak dengan formaldehyde, dibatasi tidak boleh terpapar lebih dari 1,0 ppm dalam 8 jam kerja sehari supaya aman. Di Indonesia, tidak jelas aturan untuk larangan itu. Tidak juga jelas pemakaian formaldehyde jenis UF maupun PF apakah tergolong aman untuk kesehatan.

Oleh karena itu, kita sendiri yang perlu mewaspadainya. Jika suatu bahan cat, pelapis, pengawet kayu, atau bahan finishing apa pun yang sekiranya menimbulkan bau keras menyengat khas formaldehyde, perlu berhati-hati. Kita cemas jika emisinya ternyata berlebihan.

Celakanya, bahan formaldehyde umumnya digunakan oleh perabotan, bahan perlengkapan rumah yang secara komersial harganya murah. Kita harus memilih jenis bahan-bahan VOC (volatile organics compunds) yang rendah atau nol supaya aman bagi kesehatan. "Penyakit gedung" orang kantoran, antara lain juga sebab formaldehyde (building sickness syndrome).

Jika sudah telanjur membeli perabotan, perlengkapan rumah, atau apa pun, yang diduga tinggi emisi formaldehyde-nya bagi ruangan, kita perlu melakukan sesuatu. Misalnya, melakukan cat ulang perabotan dengan cat yang lebih aman, misalnya.

Semakin bahaya paparan bahan formaldehyde bagi mereka yang lebih lama berada di dalam rumah. Rata-rata orang Amerika 90 persen waktunya dihabiskan di ruangan atau dalam rumah (indoor). Kondisi indoor orang modern sekarang ini, sering lebih polutif dibanding kondisi di luar ruangan (outdoor). Ini merupakan ancaman bagi anak-anak dan usia lanjut yang lebih banyak di rumah. Jika mereka peka terhadap paparan emisi formaldehyde, keluhannya mungkin akan seperti kasus ibu di atas.

Jangan-jangan hanya gara-gara formaldehyde ini saja, sebagian kesehatan kita, tanpa kita sadari sudah dirusaknya. Apalagi kalau itu terjadi berulang dan untuk waktu yang lama dan terus-menerus. Barangkali ini juga bukti lain kenapa sekarang semakin banyak orang terkena kanker. (Handrawan Nadesul/ dokter, pengasuh rubrik kesehatan/ penulis buku)***

gravatar

Merajut Masa Depan, Menularkan Keahlian

Nunu dan Bai
Merajut Masa Depan, Menularkan Keahlian

RAJUTAN menjadi pilihan Nunu dan Bai untuk merajut cita-cita mereka dalam mencari penghasilan. Iseng-iseng yang akhirnya berbuah manis, rajutan bergaya etnik ternyata disukai banyak orang. Kini, mereka tak lagi harus menjual paksa produk kepada teman-temannya. Sekarang, pelanggan yang mencari karya mereka.

Taplak meja, sarung bantal kursi, tempat tisu, tutup galon, tatakan dan tutup gelas, hingga bed cover, tampak memenuhi salah satu ruang pamer di workshop Nekatun di kawasan Ledeng Bandung. Uniknya, aksesori itu terbuat dari kain katun yang dikombinasikan dengan rajutan (renda) dari benang rami. Kombinasi-kombinasi yang pas, terkesan etnik dan masuk ke berbagai gaya furnitur.

Nekatun adalah label produk hasil keroyokan, yang kini dimotori Nunu Rismayanti Idris (38) dan Siti Mariam, atau biasa dipanggil Bai (40). Awalnya, usaha ini dimulai dengan dua rekan lainnya, Dian dan Ida.

"Ide awal rajutan ini dari teman kami bernama Dian yang membawa dompet rajutan. Dompet itu menjadi inspirasi bagi kami. Membuat rajutan, selain unik, gampang, cepat, kami bisa mengerjakannya sendiri. Kami berempat teman bermain yang sering kumpul. Akhirnya terpikir, bagaimana kalau kita bikin sesuatu yang menghasilkan, kata Bai, alumnus Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) 1992.

Akhirnya, mereka memilih rajutan sebagai ciri khas produksi. "Alasannya, rajutan itu kan universal. Saat SD atau SMP, kita pernah belajar dasar-dasar menjahit dan merajut. Nenek dan ibu kita sejak dulu sudah membuat rajutan, baik itu syal, mantel, kaus kaki, topi, taplak, dsb. Kemudian kita sempat mempelajari rajutan-rajutan karya nenek kita. Selain itu, sekarang banyak buku-buku yang khusus untuk belajar merajut," ujar Bai.

Meskipun hanya dibekali teknik merajut dasar waktu sekolah dasar dan menengah, mereka memberanikan diri melanjutkan ide usaha tersebut.

"Saya awalnya hanya bisa bikin rantai, kemudian belajar bagaimana menyambungkannya. Hasilnya, seperti ini," ujar Nunu, sambil memperlihatkan taplak meja unik.

Sebenarnya, kata lulusan Fakultas Peternakan Unpad 1993 ini, ia dan teman-temannya semula kurang percaya diri membuka usaha seperti itu. Selain itu, mereka takut rugi. Oleh karena itulah, modal untuk produksi awal diusahakan sekecil-kecilnya, sehingga kalau tidak laku, ruginya tidak besar-besar amat. "Untuk membuat sampel juga kita rereongan (patungan)," kata Nunu.

Agar mereka tak terlalu rugi, empat sekawan ini jual dedet (jual-paksa) ke teman-teman dan saudara-saudaranya.

"Kemudian kita bikin sampel taplak meja dan sarung bantal kursi. Contoh tersebut ditawarkan ke galeri-galeri, ternyata banyak yang tertarik. Setelah banyak yang suka, kami mulai percaya diri dengan produk kami, barulah kami berani masuk ke tahap produksi, dengan mengumpulkan dana untuk modal produksi masing-masing Rp 750,000.00," katanya. Selama hampir setahun, mereka sempat tidak punya label.

"Pada awalnya, kita masih mencari-cari identitas, masih coba-coba berbagai variasi. Rajutan dikombinasikan dengan kain batik, rajutan dengan benang nilon yang warna-warni. Tapi, saat pameran banyak yang bertanya, `Ini dari Yogya, ya?` Mengapa setiap ada kombinasi batik, selalu identik dengan Yogya? Akhirnya, kami tidak bikin lagi yang menggunakan kombinasi batik. Benang nilon yang berwarna, ternyata peminatnya sedikit. Sekarang, kami konsentrasi pada bahan kain katun dengan kombinasi rajutan benang rami. Hal ini, karena mudah didapat di pasar lokal, tidak luntur, warnanya stabil, benangnya lebih besar dibandingkan benang nilon, dan harganya terjangkau,``ujar Bai menambahkan.

Sejumlah teman mereka membantu menjualkan karya Bai c.s. di suatu bazar. Ternyata laris manis. "Kami senang dan timbul semangat untuk produksi. Padahal, sebelumnya kami tidak ada keberanian untuk menjual. Sedangkan teman dan saudara kami sudah banyak yang beli. Suatu hari, kami ikut pameran di Hotel Panghegar, event- nya tidak besar, tetapi sejak itulah kami berani untuk mengikuti pameran di mana-mana. Pernah dalam setahun ikut pameran 13 kali, setiap ada pameran tidak pernah absen. Setelah mengikuti beberapa kali pameran, baru kami lebih selektif. Tidak semua pameran mempunyai target pasar yang bagus. Kini, pameran nasional Inacraft, setiap bulan April merupakan agenda tahunan yang tidak pernah dilewatkan. Menjelang Lebaran dan Natal biasanya banyak pesanan dari luar kota, mereka pesan produk untuk dibuat parcel," kata Nunu.

"Permintaan barang tambah banyak, sedangkan modal kita tidak besar. Kebetulan saat itu, 4 tahun lalu, kami menjadi binaan PT Bio Farma. Dengan tambahan modal Rp 10 juta (pinjaman tanpa bunga) ini, omzet kami meningkat, punya stok barang. Workshop yang tadinya satu kamar sekarang menjadi dua kamar,`` ujar Bai menambahkan, yang tidak mau menyebutkan nominal nya ini. Kini, Nekatun mengambil pinjaman lagi, setelah yang pertama lunas. Jumlah pinjaman kedua jumlahnya lebih besar dibanding sebelumnya.

Tahun 2005, Nekatun tinggal dimotori oleh dua orang, dua orang lainnya satu per satu mundur karena alasan keluarga dan pindah ke luar kota. Bai dan Nunu lebih fleksibel karena masih single.
**
Perihal pemilihan label nama produk, Nunu maupun Bai tak menyebutkan arti tertentu. "Ada yang mengartikannya dari kata nekat, ada yang mengartikan ini katun. Apa pun orang menerjemahkannya terserah saja,`` ujar Bai.

Apa pun nama produknya, yang penting Bai dan Nunu bisa membuka peluang kerja bagi orang lain. Sejak awal, mereka memang memanfaatkan tenaga ibu-ibu di lingkungan sekitar workshop. Dengan sistem borongan, hasil selama dua minggu diakumulasikan. Pembayaran honor dilakukan setiap dua minggu, tetapi ada juga yang diambil setiap bulan. Ketika "markas" Bai dan Nunu ada di Margahayu Bandung, banyak ibu-ibu dari Rancaekek mengisi waktu luangnya mengerjakan rajutan. Hampir setiap hari, ibu-ibu setor barang yang sudah jadi dan pulang membawa bahan baru untuk dikerjakan di rumah masing-masing.

"Tempat menyetor barang, juga jadi tempat pertemuan ibu-ibu. Ada yang menyelesaikan pekerjaaannya (finishing) sambil bertukar cerita, penuh canda, dan tawa," kata Nunu.

Menurut Nunu, sekitar 3 tahun lalu ketika Nekatun pindah ke kawasan Ledeng, ibu-ibu warga sekitar banyak yang sudah bekerja di pabrik, sehingga cukup sulit untuk mengajak kerja. "Tapi, dengan kesabaran Alhamdulillah, kini produk kami dikerjakan sekitar 20 orang ibu, dengan tugas masing-masing. Ada yang memotong, menjahit, menyulam, dan membuat renda. Rata-rata mereka mengantongi upah kerja Rp 250.000,00 per bulan. Kalau rajin bisa lebih," ujar Nunu.

Taplak meja besar bisa dikerjakan dalam waktu seminggu, tetapi ibu-ibu boleh mengambil pekerjaan lainnya yang kecil-kecil, seperti tatakan gelas atau lainnya sesuai dengan kemampuannya.

"Taplak meja besar yang banyak rendanya, tidak bisa dikerjakan keroyokan, karena tarikannya bisa tidak sama," kata Nunu, "Kalau ada yang salah, kami tidak segan-segan untuk membongkar dan harus diulang lagi," ujarnya menambahkan.

Kini, barang-barang produk mereka sudah masuk ke beberapa factory outlet (FO) dan galeri di Bandung. Mudah-mudahan obsesi Nunu dan Bai punya galeri sendiri tercapai.

Selain berbisnis, mereka pun memberikan kursus menyulam. ``Dulu, kami terima siapa saja dan kapan saja yang mau belajar nyulam dan merajut, tetapi 2 tahun terakhir ini kami menerima dan memberi pelajaran selama Januari. Sekarang, ada 4 orang yang sedang belajar,`` kata Nunu, yang kini mempunyai 18 orang pegawai.

Tahun ini, mereka menerapkan program untuk ibu-ibu supaya bekerja lebih giat. Caranya, dengan memberi bonus tahunan berupa uang. Mereka mencoba mengubah pola pikir masyarakat, yang tadinya mengisi waktu luang menjadi sengaja meluangkan waktu, menyisihkan waktu. "Memang agak sulit, tetapi bertahap. Ternyata, kami menjadi lebih giat dan ada peningkatan sesuai target," kata Nunu yang memiliki obsesi memiliki galeri sendiri untuk produk mereka. (Ida F. Suliztyarto)***